Beberapa Budaya Indonesia yang Terkenal Mistis
Membahas budaya Indonesia memang tidak akan ada habisnya. Negeri yang terbentang luas dari Sabang hingga Merauke ini memiliki ribuan suku dengan masing-masing ritual adatnya. Kelahiran, pernikahan, hingga kematian dirayakan dengan cara yang berbeda. Inilah yang membuat Indonesia kaya akan budaya.
Berikut contoh beberapa budaya indonesia yang mengandung unsur mistis dan terlihat menyeramkan bagi orang umum.
Ritual Tiwah
Upacara Tiwah merupakan ritual para penganut Hindu Kaharingan, kepercayaan asli suku Dayak, sebagai tanda bakti kepada luhur. Tiwah merupakan upacara kematian tingkat terakhir. Bagi suku Dayak, kematian perlu disempurnakan dengan ritual lanjutan agar roh dapat hidup tenteram bersama Ranying Hatalla.
Tiwah bertujuan untuk melepas kesialan bagi keluarga yang ditinggalkan. Upacara ini juga bisa melepas ikatan status janda atau duda dari pasangan yang ditinggalkan, sehingga mereka dapat menentukan apakah akan mencari pasangan hidup lagi atau tidak akan menikah selamanya.
Upacara Tiwah membutuhkan dana yang besar. Oleh karena itu, prosesi pengantaran ini tidak dilakukan untuk satu jenazah saja, namun bisa puluhan jenazah dari berbagai desa.
Bara Suwen
Bambu Gila adalah sebuah kesenian atraksi tradisional masyarakat Kepulauan Maluku. Kesenian yang dikenal juga dengan nama Buluh Gila dan Bara Suwen ini terdapat di Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara.
Di Provinsi Maluku, atraksi rakyat bernuansa mistis itu dapat ditemui di Kabupaten Maluku Tengah, tepatnya di Desa Liang, Kecamatan Salahatu, dan Desa Mamala, Kecamatan Leihitu. Sedangkan di Provinsi Maluku Utara, kesenian ini dapat dijumpai di beberapa daerah di Kota Ternate dan sekitarnya.
Kesenian yang kental dengan unsur mistis ini dipercaya telah ada di Maluku sebelum agama Nasrani dan agama Islam masuk ke wilayah tersebut.
Ngayau
Ngayau merupakan tradisi Suku Dayak yang mendiami pulau Kalimantan, baik Dayak yang tinggal di Kalimantan Barat maupun Kalimantan lainnya. Suku Iban dan Suku Kenyah adalah dua dari suku Dayak yang memiliki adat Ngayau. Pada tradisi Ngayau yang sesungguhnya, Ngayau tidak lepas dari korban kepala manusia dari pihak musuh. Citra yang paling populer tentang Kalimantan selama ini adalah yang berkaitan dengan berburu kepala (Ngayau). Karya Carl Bock, The Head Hunters of Borneo yang diterbitkan di Inggris pada tahun 1882 banyak menyumbang terhadap terciptanya citra Dayak sebagai “orang-orang pemburu kepala”.
Bagi suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah, tradisi mengayau untuk kepentingan upacara Tiwah, yaitu upacara sakral terbesar suku Dayak Ngaju untuk mengantarkan jiwa atau roh manusia yang telah meninggal dunia menuju langit ke tujuh (Riwut, 2003 : 203). Menurut Lebar (1972 : 171), dikalangan masyarakat Kenyah, perburuan kepala penting dalam hubungannya dengan Mamat, yaitu pesta pemotongan kepala, yang mengakhiri masa perkabungan dan menyertai upacara inisiasi untuk memasuki sistem status bertingkat, Suhan, untuk para prajurit perang. Pemburu-pemburu kepala yang berhasil berhak memakai gigi macan kumbang di telinganya, hiasan kepala dari bulu burung enggang, dan sebuah tato dengan desain khusus.
Ma'Nene
Ritual Ma'nene adalah ritual tradisional di Tana Toraja dimana jenazah leluhur keluarga Toraja akan dibersihkan, digantikan baju dan kainnya.
Ma' Nene' merupakan sebuah ritual adat dalam budaya suku Toraja. Ritual ini merupakan sebuah ritual di mana mayat yang berusia puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu dikeluarkan dari dalam liang kuburan untuk dibersihkan dan diganti baju dan kainnya. Ritual adat ini termasuk dalam upacara adat Rambu Solo' (kematian).
Ritual ini diawali dengan datangnya para anggota keluarga ke Patane untuk mengambil jasad sanak saudara yang telah meninggal dunia. Patane adalah kuburan berbentuk rumah tempat menyimpan mayat.
Kemudian jasad tersebut dibersihkan menggunakan kuas setelah dikeluarkan dari Patane dan pakaiannya diganti dengan kain atau pakaian baru. Setelah pakaian baru terpasang, jenazah tersebut dimasukkan kembali ke Patane. Rangkaian acara Ma'nene ditutup dengan berkumpulnya anggota keluarga di rumah adat Tongkonan untuk beribadah bersama
Comments
Post a Comment